D.I. TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP
KAK
D.I.1. JUDUL DAN DESKRIPSI KEGIATAN
1. Judul Kegiatan
Judul kegiatan ini adalah Survey Penegasan Batas Daerah (Perapatan Pilar Batas) Provinsi Riau
dengan Provinsi Sumatera Barat.
2. Deskripsi
Kegiatan
Pekerjaan Perapatan Pilar Batas
antara Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Barat terdiri dari; Kab. Kampar
dengan Kab. Lima Puluh Kota dan Kab. Kuantan Singingi dengan Kab. Dharmasraya. Perapatan
Pilar Batas Kabupaten/Kota tersebut di atas secara teknis pelaksanaan survey di
lapangan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012
tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, melalui 4 (empat) tahapan kegiatan, yakni
:
1.
Penyiapan Dokumen;
Dokumen yang harus
disiapkan antara lain:
1.
Peraturan Perundang-undangan tentang Pembentukan Daerah.
2.
Peta Dasar, dengan skala peta terbesar dan edisi terbaru yang
tersedia.
3.
Dokumen dan peta lainnya yang disepakati oleh daerah yang
berbatasan.
4.
Pembuatan Peta Kerja,
Peta kerja yang digunakan berupa peta dasar yang telah
dikompilasi (hasil scan/pemindaian peta dasar yang telah diregister) yang
mencakup minimal satu segmen batas. Selanjutnya peta kerja tersebut digunakan
dalam proses penegasan batas.
5. Dokumen yang disiapkan,
dituangkan dalam berita acara.
2.
Pelacakan Batas
Pelacakan garis batas daerah dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:
1.
Secara Kartometrik, yaitu penelusuran garis batas daerah
dengan menentukan posisi titik titik koordinat dan mengidentifikasi cakupan
wilayah pada peta kerja.
2.
Survey Lapangan, Pengukuran dan Penentuan posisi secara survey
lapangan dilakukan dengan mempergunakan alat ukur posisi sesuai ketelitian yang
telah ditetapkan dan/atau dengan metode-metode pengukuran tertentu.
3.
Pengukuran dan Penentuan Posisi Batas.
Pengukuran dan penentuan
posisi batas merupakan pengambilan (ekstraksi) titik-titik koordinat batas
dengan interval tertentu baik pada peta kerja maupun hasil survey lapangan.
4.
Pembuatan Peta Batas.
Penggambaran peta batas
merupakan rangkaian kegiatan pembuatan peta dari peta dasar dan/atau data citra
dalam format digital yang melalui proses kompilasi dan generalisasi yang sesuai
dengan tema informasi yang disajikannya.
Ke 4 (empat) tahapan tersebut di atas
sudah merupakan kesepakatan kedua Provinsi berbatasan dan dituangkan pada
Berita Acara Kesepakatan.
Tanggapan
Konsultan : Secara umum
konsultan cukup jelas memahami Judul dan Deskripsi Kegiatan yang dijabarkan di
atas.
D.I.2. LATAR
BELAKANG
1.
Sebagaimana Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa Daerah dibentuk berdasarkan
Undang-undang, antara lain mencakup : nama, cakupan wilayah, batas, ibukota,
dan seterusnya.
2.
Pada Undang-undang tentang Pembentukan Daerah tersebut
mengamanatkan bahwa penegasan batas wilayah daerah secara pasti di lapangan
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
3.
Perapatan pilar batas Kabupaten/Kota yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten/Kota antar Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Barat yang
dilaksanakan oleh Biro Tata Pemerintahan Setda Prov. Riau pada tahun 2013,
secara teknis pelaksanaan survey pemetaan penegasan batas tersebut harus
mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penegasan Batas Daerah.
4.
Peraturan tersebut, mencakup 4 tahapan kegiatan, yaitu;
·
Penyiapan dokumen,
·
Pelacakan Batas,
·
Pengukuran dan Penentuan posisi batas,
·
Pembuatan Peta Batas.
Tanggapan Konsultan : Konsultan memahami bahwa dasar hukum utama
dari kegiatan pekerjaan Survey Penegasan Batas Daerah adalah Undang-undang Nomor32 Tahun 2004 Pasal 4 ayat
(2), yang kemudian dijabarkan dan dijelaskan secara lebih teknis dan mendalam
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan
Batas Daerah. Sedangkan cakupan dari peraturan tersebut telah dijabarkan
sebelumnya dalam deskripsi kegiatan.
D.I.3.
KEBIJAKAN PENYELESAIAN
BATAS DAERAH OTONOMI (PROV,KAB/KOTA)
Tahapan kegiatan tersebut
dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan daerah yang berbatasan. Kebijakan
penyelesaian batas Provinsi, kabupaten/kota yang telah, sedang, dan akan
dilaksanakan pada dasarnya senantiasa didorong oleh keinginan untuk menata
suatu wilayah kerja pemerintahan di setiap strata pemerintahan secara terpadu,
saling mendukung dan berjalan simetris dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan demikian antara aspek teknis dan non teknis dapat saling
mendukung guna memberikan kepastian dan kejelasan batas daerah sesuai dengan
kaidah yang berlaku. Secara makro
kebijakan penataan batas daerah diarahkan pada :
1.
Terbinanya wawasan kebangsaan dan rasa nasionalisme,
2.
Meningkatnya kapasitas membangun setiap Daerah,
3.
Meningkatnya wawasan teritorial kedaerahan,
4.
Terwujudnya kepastian batas di setiap strata pemerintahan dan
kejelasan luas wilayah daerah,
5.
Terselenggaranya pemerintahan yang efektif dan efisien,
6.
Terselesaikannya sengketa perbatasan antar daerah,
7.
Terdatanya sumber-sumber potensi kekayaan alam daerah di
wilayah perbatasan,
8.
Terciptanya kepastian hukum, stabilitas keamanan dan
meningkatnya mutu pelayanan.
Tanggapan Konsultan : Konsultan memahami bahwa dalam rangka terlaksananya roda pemerintahan yang
baik untuk masing-masing daerah, maka hal pertama yang harus diselesaikan dan
ditetapkan adalah batas kewenangan administrasi daerah tersebut. Ketidakjelasan
batas administrasi daerah akan menimbulkan permasalahan lebih lanjut dalam hal
pembangunan dan pengembangan daerah tersebut.
D.I.4. MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN
1.
Maksud Kegiatan :
Maksud kegiatan ini adalah merapatkan
atau mendekatkan jarak pilar/patok batas di lapangan, sehingga masyarakat dan
para pihak terutama yang berada di wilayah perbatasan mudah mengetahui dan
melihat dengan jelas keberadaan pilar/patok batas dimaksud dan mempertegas
batas wilayah Provinsi Riau dengan Provinsi tetangga di lapangan, sehingga
terwujudnya penegasan batas daerah kabupaten/kota secara pasti di lapangan,
guna menghindari konflik antar warga maupun perusahaan di wilayah perbatasan.
2.
Tujuan Kegiatan :
Tujuan kegiatan ini adalah untuk
mendapatkan koordinat definitif pada pilar batas tersebut dalam sistem Datum
Geodesi Nasional 1995 (DGN-95), dengan menggunakan teknologi GIS pilar tanda
batas tersebut digambar pada peta rupa bumi (Proyeksi UTM) skala minimal 1 :
50.000, selanjutnya dipakai sebagai data dasar pembuatan peta batas daerah
Kabupaten/Kota tersebut.
Tanggapan Konsultan : Secara umum konsultan cukup jelas memahami Maksud dan Tujuan Kegiatan yang
dijabarkan di atas.
D.I.5. SASARAN
Sasaran kegiatan ini
adalah sebagai berikut :
1.
Terinventarisasi dan teridentifikasi dokumen batas daerah (UU
Pembentukan Daerah, PP/Perda Kecamatan, Perda Desa dan Peraturan
Perundang-undangan lainnya, Peta, kesepakatan dan lainnya).
2.
Teridentifikasi garis batas (Kabupaten/Kota, Kecamatan,
Desa/kelurahan) di atas peta dan di lapangan.
3.
Terpasangnya patok batas sementara sepanjang garis batas di
lapangan.
4.
Terpasangnya pilar batas daerah permanen di sepanjang garis
batas di lapangan.
5.
Teridentifikasinya arah, jarak, dan posisi pilar batas pasti
di lapangan.
6.
Teridentifikasi koordinat titik-titik pilar batas pasti di
lapangan dengan menggunakan alat GPS Geodetik.
7.
Pembuatan Peta Batas tersebut.
Tanggapan Konsultan : Dalam paparan tentang sasaran pekerjaan di atas, telah cukup jelas mencakup
secara keseluruhan dari hasil pekerjaan yang akan dilaksanakan.
D.I.6. LOKASI KEGIATAN
Lokasi kegiatan pemasangan
pilar batas antara Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Barat adalah : Kab.
Kampar dengan Kab. Lima Puluh Kota dan Kab. Kuantan Singingi dengan Kab.
Dharmasraya dan sesuai dengan dimaksud pada Judul kegiatan tersebut di atas.
Tanggapan Konsultan : Terdapat 3 kabupaten di Provinsi Riau yang berbatasan dengan Provinsi
Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Rokan Hulu, Kampar, dan Kuantan Singingi.
Sedangkan terdapat 4 kabupaten di Provinsi Sumatera Barat yang berbatasan
dengan Provinsi Riau, yaitu Kabupaten Pasaman, Lima Puluh Kota, Sawahlunto
Sijunjung, dan Dharmasraya.
Gambar D.1 Peta Lokasi Provinsi Riau dan
Provinsi Sumatera Barat
Adapun ruas garis batas antar
kabupaten yang ada di perbatasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dapat dilihat
pada gambar D.2. Sedangkan panjang tiap ruasnya dapat dilihat pada tabel D.1
berikut ini :
Ruas Batas
|
Panjang (Km)
|
Rokan Hulu - Pasaman
|
53,29
|
Rokan Hulu – Lima Puluh Kota
|
17,66
|
Kampar – Lima Puluh Kota
|
168,43
|
Kampar – Sawahlunto Sijunjung
|
27,34
|
Kuansing – Sawahlunto Sijunjung
|
84,09
|
Kuansing - Dharmasraya
|
49,62
|
Total
|
400,43 Km
|
Tabel D.1 Panjang Ruas Garis Batas
Dari Tabel diatas, dapat dilihat bahwa panjang keseluruhan garis batas
antara Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat adalah ± 400,43 Km. Dapat
dilihat juga bahwa ruas Kabupaten Kampar
– Lima Puluh Kota dan Kabupaten Kuantan Singingi – Dharmasraya memiliki panjang
ruas keseluruhan ± 218,05 Km.
Gambar D.2 ruas garis batas antar kabupaten
yang ada di perbatasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat (sumber peta : BIG
(Badan Informasi Geospasial))
D.I.7. SUMBER PENDANAAN
Kegiatan ini dibiayai dan
sumber pendanaan : APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013 sebesar Rp.
262.500.000,- (Dua Ratus Enam Puluh Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).
Tanggapan Konsultan : Cukup Jelas
D.I.8. NAMA DAN PROYEK/KPA/SATUAN
KERJA KPA/PPK
KPA/Pejabat Pembuat
Komitmen :
Muhammad Guntur
Pekerjaan Pengadaan :
Pekerjaan Peraoatan Pilar Batas antara Provinsi Riau dengan
Provinsi Sumatera Barat terdiri dari; Kab. Kampar dengan Kab. Lima Puluh Kota
dan Kab. Kuantan Singingi dengan Kab. Dharmasraya.
Tanggapan Konsultan : Cukup Jelas
D.I.9. METODOLOGI
Metodologi yang
dipergunakan dalam kegiatan perapatan pilar batas tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Pendekatan hukum/peraturan perundang-undangan, yaitu mengacu
dan menggunakan dokumen resmi yang berkaitan dengan batas daerah (UU/PP/Perda,
peta, patok tanah, kesepakatan dan sebagainya) yang disepakati.
2.
Pendekatan kelembagaan, yaitu senantiasa melalui koordinasi,
sosialisasi dengan provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai kecamatan, desa, dan
masyarakat yang berbatasan pada daerah yang berbatasan dimana akan dipasang
pilar batas.
3.
Pendekatan teknis survey pemetaan, yaitu mulai pelacakan,
pemasangan pilar, pengukuran (survey) untuk menentukan arah, jarak, dan posisi
pilar dengan alat GPS geodetik untuk menentukan koordinat geografis pilar
batas. Posisi tersebut akan dijadikan titik-titik acuan, titik-titik ikat, atau
titik-titik kontrol dalam menentukan titik-titik batas selanjutnya.
Tanggapan
Konsultan : Konsultan
memahami bahwa Metodologi yang dimaksud di atas adalah Pendekatan awal atau
yang melandasi dari kegiatan pekerjaan tersebut.
D.I.10. LANDASAN HUKUM
1.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1957 tentang pembentukan
daerah-daerah Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, dan Riau.
2.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-undang nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844)
3.
Undang-undang Pembentukan Daerah.
4.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas antar Daerah.
Tanggapan Konsultan : Konsultan akan dengan cermat mempelajari
seluruh produk hukum disebut di atas sebelum melakukan pekerjaan.
D.I.11. VOLUME KEGIATAN
Volume kegiatan ini yaitu
terdiri dari 25 (dua puluh lima) pilar batas (PBU/PABU) tipe A untuk batas
antar Provinsi.
Tanggapan Konsultan : Diperlukan pengecekan dan pelacakan yang seksama terhadap daerah garis
batas antara kedua provinsi tersebut untuk menentukan apakah akan dipasang PBU
atau PABU. Dan akan dilakukan pengecekan terhadap kondisi pilar atau keberadaan
pilar batas yang sudah ada di sepanjang daerah pekerjaan untuk menentukan
penyebaran ke 25 pilar yang akan dipasang.
D.I.12. DATA DASAR
1.
Peta Dasar yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI).
2.
Undang-undang Pembentukan Daerah.
3.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah.
4.
Dokumen/Kesepakatan tentang batas daerah.
5.
Surat Gubernur Riau Nomor : 136/Tapem/35.18 tanggal 26 Juli
2011.
6.
Berita Acara Kesepakatan Bersama antara Gubernur Riau dengan
Gubernur Sumatera Barat tanggal 27 Juli 2011.
Tanggapan Konsultan : Data data dasar di atas dirasa cukup untuk melakukan pekerjaan. Tetapi
perlu ditambah dengan data data pendukung yang diperlukan untuk pelacakan garis
batas, seperti citra satelit ataupun foto udara yang berkualitas cukup baik.
D.I.13. STANDAR TEKNIS
Spesifikasi pilar batas
yang akan dibangun (PBU/PABU) tipe A, data koordinat geografis yang diinginkan,
peralatan yang dipergunakan, Peta batas serta skala minimal yang diharapkan dan
sebagainya. Spesifikasinya berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.
Tanggapan Konsultan : Mengenai standar teknis yang diinginkan
sesuai dengan Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 tersebut, akan dijabarkan oleh
konsultan pada bagian pendekatan dan metologi kerja dari usulan teknis ini.
D.I.14. LINGKUP KEGIATAN/METODOLOGI
KEGIATAN
1. Persiapan
a.
Koordinasi
dengan Daerah yang berbatasan (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan Kecamatan, Desa,
serta tokoh masyarakat.
b.
Penyediaan peta
kerja.
c.
Sosialisasi.
d.
Pengurusan
perijinan dan surat menyurat.
2. Penelitian
dokumen batas melalui pembahasan dalam forum rapat
3. Pelacakan
a.
Pelacakan di
atas peta kerja : pelacakan di atas peta kerja sebagai tahap pendahuluan untuk
mempermudah pelacakan di lapangan. Dengan pelacakan di atas peta kerja, dapat
diperkirakan letak pilar batas dan koordinat sementaranya, berikut perkiraan
jumlah tugu batas yang harus dipasang (peta secara kartometrik), selanjutnya
dilakukan pelacakan di lapangan.
b.
Pelacakan di
lapangan : berdasarkan data-data yang didapat pada penelitian dokumen batas,
dilakukan pelacakan di lapangan untuk menentukan lokasi pilar batas. Pilar
batas dipasang pada daerah yang aman, stabil, dan di tempat terbuka untuk
mempermudah pelaksanaan pengukuran tepat di lokasi garis batas atau di sekitar
garis batas serta ditandai dengan memasang tanda batas sementara dari patok
kayu dan dilakukan pengamatan GPS navigasi untuk mendapatkan koordinat
sementara (pendekatan) pada setiap pilar kayu yang merupakan pilar batas
sementara. Pelaksanaan pelacakan di lapangan dengan koordinasi yang baik dan
melibatkan Tim Penegasan Batas Provinsi, Kabupaten/kota, tokoh masyarakat,
pemuka adat, tokoh agama dan aparat dari instansi terkait.
4. Pemasangan
Pilar Batas
Berdasarkan berita acara hasil pelacakan, dilakukan pekerjaan
pemasangan pilar batas pada lokasi yang telah ditentukan, dengan mengganti
pilar batas sementara (patok kayu) dengan pilar batas yang sesungguhnya
(konstruksi beton bertulang), spesifikasi pilar ini dapat mengacu Permendagri
No. 76 tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.
5. Pengukuran dan Penentuan Posisi
Untuk mendapatkan arah, jarak, dan penentuan posisi koordinat
pilar (posisi horizontal) dalam sistem DGN 95 dilakukan pengukuran/pengamatan
GPS pada setiap pilar batas yang telah dipasang. Pengamatan GPS dilakukan
dengan menggunakan minimal 3 (tiga) unit alat penerima sinyal satelit GPS tipe
Geodetik, dilakukan serentak secara bersamaan, dengan lama waktu pengamatan 60
menit untuk setiap pilar batas. Untuk mendapatkan koordinat GPS pada system DGN
95, pengukuran GPS pada Pilar batas harus diikatkan pada titik GPS yang
termasuk dalam Jaring Kontrol Horizontal Nasional.
6. Penggambaran
Hasil Ukuran GPS
Hasil pengukuran GPS pada pilar batas selanjutnya dilakukan
perhitungan dengan perangkat lunak tertentudan hasilnya pada setiap pilar batas
telah mempunyai koordinat titik batas definitive dalam system DGN 95.
Selanjutnya koordinat pilar batas tersebut digambarkan pada peta rupabumi skala
minimal 1 : 50.000 untuk mendapatkan gambaran posisi pilar bats tersebut
merupakan referensi atau acuan dalam pembuatan peta batas daerah.
7. Pembuatan Peta Batas Daerah
Referensi yang digunakan dalam pembuatan peta batas daerah adalah
hasil dari kegiatan butir 5 (lima) di atas.
Pembuatan permendegri tentang Batas Daerah dan Peta Batas Skala
minimal 1 : 50.000 untuk batas antar Kabupaten/Kota.
8. Koordinasi,
Konsultasi, Supervisi
Selama Pelaksanaan pekerjaan selalu dilakukan koordinasi dengan
daerah yang berbatasan ulai dari pejabat (provinsi,kabupaten, kecamatan dan
desa) dan masyarakat di wilayah perbatasan dimana pilar batas akan dipasang dan
konsultasi serta supervise dari otoritas yang ada sesuai dengan aturan yang
berlaku yaitu dengan Kementerian Dalam Negeri sehingga hasil pekerjaan sesuai
dengan yang diharapkan.
Tanggapan
Konsultan : Konsultan
telah cukup memahami lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan dan akan
memaparkan lebih lanjut.
D.I.15. PERALATAN, MATERIAL, PERSONIL DAN FASILITAS
DARI KPA/PPK
KPA/KPA/Pejabat pembuat komitmen
tidak menyediakan Peralatan, Material, Personil dan Fasilita dalam Pekerjaan
Survei Penegasan Batas Daerah anatr Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera
Barat terdiri dari ; Kab. Kampar dengan Kab. Lima Puluh Kota dan Kab. Kuantan
Singingi dengan Kab. Dharmasraya.
Tanggapan
Konsultan : Cukup
Jelas
D.I.16. PERALATAN DAN MATERIAL DARI PENYEDIA
BARANG/JASA
-
Penyedia
Barang/Jasa yang dipersyaratkan adalah bergerak di bidang/sub bidang Jasa
Survei-Jasa Survei Permukaan, Jasa Pembuatan Peta.
-
Penyedia
Barang/Jasa menyediakan peralatan dan material yang berkaitan dengan Pekerjaan
Perapatan Pilar Batas Daerah nantara Provinsi Riau Dengan Provinsi Sumatera
Barat di Wilayah meliputi perangkat computer untuk pengolahan dan sistem
informasi geografis dan untuk keperluan administrasi, perangkat lunak untuk
pengolahan data system informasi geografis dan perangkat pengadaan pruduk
kelurahan.
Tanggapan
Konsultan : Konsultan
akan berusaha sebaik-baiknya menyediakan barang/jasa yang sesuai dengan standar
yang telah ditentukan.
D.I.17. LINGKUP KEWENANGAN PENYEDIA BARANG/JASA
Penyedia Barang/Jasa berhak memberikan data seakurat mungkin
terkait dengan Pekerjaan Perapatan Pilar Batas Daerah nantara Provinsi Riau
Dengan Provinsi Sumatera Barat terdiri dari ; Kab. Kampar dengan Kab. Lima
Puluh Kota dan Kab. Kuantan Singingi dengan Kab. Dharmasraya.
Tanggapan
Konsultan : Cukup
Jelas
D.I.18. JANGKA WAKTU PENYELESAIAN KEGIATAN
Jangka waktu yang ditetapkan untuk penyelesaian kegiatan ini
adalah 120 (Seratus dua puluh) hari kalender sejak diterbitkannya SPMK (Surat
Perintah Mulai Kerja).
Tanggapan Konsultan : Untuk melaksanakan pekerjaan secara tepat waktu dan hasil
dengan mutu yang tinggi akan dilaksanakan sesuai dengan jadwal kerja yang
direncanakan, dimana urutan pekerjaan disusun secara sistematis dengan tujuan
agar tercapai sasaran dan tujuan pekerjaan ini.
D.I.19. PERSONIL
Tenaga Pelaksana mulai dari tenaga buruh
kasar, tenaga tukang, operator computer, administrasi, surveyor sampai dengan
tenaga ahli dibidang survey, pengukuran dan pemetaan dengan menggunakan
teknologi satellite GPS Geodetik dan Kartografi.
Pelaksanaan pekerjaan dipimpin oleh 1
(satu) orang tenaga ahli Sarjana Geodesi yang sudah berpengalaman dalam
pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pemetaan di bidang sejenis paling sedikit
berpengalaman 10 tahun, dibantu 2 (dua) orang Sarjana Geodesi, dan 1(satu)
orang Sarjana Kartografi dengan pengalaman yang sama paling sedikit
masing-masing 5 tahun serta 2 (dua) orang Surveyor pengalaman 5 tahun dibidang
survey, pengukuran dan pemetaan, 1 (satu) orang, 1 (satu) oaring tenaga Administrasi,
operator komputer 1(satu) orang dan
tenaga buruh lokal 2 (dua) orang.
Tanggapan
Konsultan : Konsultan
berpendapat bahwa pemaparan tentang tenaga tenaga yang diperlukan untuk
pekerjaan ini telah mencakup seluruh disiplin yang diperlukan untuk melaksanaan
pekerjaan dengan baik.
D.I.20. JADWAL TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Urutan jadwal tahapan pelaksanaan
pekerjaan terjadwal sejak diterbitkannya SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja)
hingga berakhirnya SPMK.
Tanggapan
Konsultan : Cukup
Jelas
D.I.21. LAPORAN PENDAHULUAN
Laporan Pendahuluan memuat informasi
antara lain :
1) Pengorganisasian pelaksanaan kegiatan Pekerjaan Perapatan Pilar
Batas Daerah nantara Provinsi Riau Dengan Provinsi Sumatera Barat terdiri dari
; Kab. Kampar dengan Kab. Lima Puluh Kota dan Kab. Kuantan Singingi dengan Kab.
Dharmasraya.
§ Uraian mengenai urutan pekerjaan
§ Berapa jumlah personil yang akan ditugaskan
§ Jadwal penyelesaian pekerjaan seluruhnya
§ Jadwal penugasan personil
§ Peralatan yang akan dipergunakan
§ Metodologi yang akan dipergunakan
2) Data cakupan wilayah kecamatan dan desa serta kondisi topografi yang
berbatasan, perencanaan peta kerja di atas peta referensi RBI skala minimal 1 :
50.000 (perencanaan posisi pilar batas yang akan dilengkapi informasi data
cakupan wilayah).
Laporan tersebut dibuat dalam Format
Kertas A4 dijilid bagus, menarik dan rapi (berwarna dan peta dibuat berwarna).
Tanggapan
Konsultan :
Cukup Jelas
D.I.22. LAPORAN AKHIR
Laporan akhir memuat informasi antara
lain :
1) Data koordinat sementara di lapangan hasil pelacakan batas (posisi
patok kayu sementara) pengukuran alat GPS Handheld.
2) Data hasil pengukuran panjang garis batas, arah dan posisi batas
di lapangan.
3) Data mentah hasil penentuan posisi pilar batas dengan alat GPS
geodetic lengkap dengan ketelitiannya
4) Data koordinat Geografis pilar batas
5) Deskripsi lokasi pilar batas, dilengkapi foto pilar batas dalam
jumlah yang memadai dari berbagai posisi
6) Peta batas daerah yang menggambarkan posisi pilar batas pada garis batas skala
minimal 1 : 50.000
7) Berita Acara Kesepakatan : Penelitian dokumen, pelacakan,
pemasangan pilar batas, pengukuran dan penentuan posisi pilar batas serta Peta
Batas
8) Peta Batas Daerah
9) Hal-hal lain yang penting.
Laporan tersebut dibuat dalam
FormatKertas A4 dijilid bagus, menarik dan rapi (berwarna dan Peta dibuat
berwarna)
D.II. APRESIASI DAN INOVASI
D.II.1. Apresiasi
Kegiatan Survey Penegasan Batas Daerah (Perapatan Pilar
Batas) Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Barat, perlu diapresiasi secara positif. Pasalnya batas
wilayah antar kedua provinsi masih minim adanya dan belum ditangani secara komprehensif.
Padahal penyelesaian persoalan batas menuntut adanya koordinasi, pengawasan,
penataan dan pendekatan secara aktif dan
intensif. Sehingga pihak-pihak yang berkaitan dan berkepentingan dengan
perbatasan dalam hal ini adalah pemerintah pusat, masyarakat maupun pemerintah
daerah yang berbatasan dapat duduk
bersama untuk melakukan penetapan, penegasan dan proses manajemen perbatasan.
Pada kenyataanya, pekerjaan pembuatan batas antar provinsi ini bukan hal yang
mudah terutama diakibatkan oleh adanya keterbatasan data yang akurat
mengenai peta wilayah (data teknis),
status hukum lahan, dan persoalan-persoalan masyarakat diantaranya aspirasi
masyarakat untuk bergabung dengan wilayah administrasi yang diinginkannya.
D.II.2. Inovasi
Permasalahan penetapan batas Provinsi merupakan permasalahan yang melibatkan berbagai
pihak dimulai dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah provinsi yang bersangkutan, pemerintah kabupaten yang
berbatasan, sampai tingkat pemerintahan kecamatan dan pemerintahan desa, serata tokoh masyarakat,
ninik mamak/batin daerah yang
berbatasan, maupun pihak
swasta yang berkepentingan pada daerah
perbatasan tersebut.
Oleh karena itu prosedur penetapan tapal batas provinsi harus dilakukan
dengan landasan yang kuat dan mempunyai nilai kekuatan hukum.
Akibat yang bisa
timbul dari permasalahan penetapan tapal batas provinsi yang terjadi di
lapangan adalah tidak adanya titik temu antara
kedua belah pihak baik itu pihak tokoh masyarakat sampai pada kedua belah pihak pemerintahan provinsi. Alasan ataupun argumentasi
yang melatar belakangi ketidak sepakatan dua belah pihak pada kenyataanya juga cukup krusial dan
argumentasinyapun saling bisa diterima. Apabila kondisi seperti itu terjadi
maka tim tapal batas dan dibantu tim Konsultan harus lebih banyak mengumpulkan
dat-data untuk berani mengambil keputusan tegas.
Dalam hal dimana
keputusan Gubernur setempat tidak juga bisa diterima oleh masing-masing
pihak yang bermasalah maka Tim konsultan harus meneliti secara cermat
keberadaan data-data yang dapat dijadikan rumusan untuk selanjutnya diusulkan
untuk dikeluarkan Surat Keputusan Mendagri perihal batas provinsi yang bermasalah
tersebut.
Dalam penelitian
dokumen-dokumen tersebut tim konsultan memerlukan data dan fasilitas penunjang
yang memadai untuk mendukung soliditas dan validitas data yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Adapun
data yang diperlukan untuk menunjang pekerjaan ini antara lain adalah :
a.
Peta Rupa Bumi
(RBI) skala minimal 1:50.000 atau skala yang lebih besar yang tersedia,
b.
Citra satelit atau
foto udara,
c.
Peta-peta tematik,
antara lain dapat berupa: peta penggunaan lahan, peta pendaftaran tanah, peta
kehutanan, peta administrasi, dan
peta-peta lainnya yang terkait dengan batas),
d.
Dokumen-dokumen
batas daerah yang tersedia, Data kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat
wilayah provinsi yang perbatasan.
Penggunakan teknologi satelit penginderaan jauh dan
foto juga merupakan alternatif yang
harus di dahulukan. Teknologi tersebut yang saat ini berkembang sangat pesat dan sangat
potensial untuk aplikasi inventarisasi SDA dan lingkungan. Teknologi
pengideraan jauh yang mempunyai keunggulan di bidang resolusi spasial (1 m
sampai 80 m), temporal (sekitar 30 hari), dan spektral (dari 1 saluran/band
hingga ratusan) sangat prospektif untuk deteksi dan inventarisasi potensi SDA,
antara lain: kajian batas wilayah. Ada beberapa contoh produk sistem
penginderaan jauh/ citra satelit, seperti Landsat, SPOT, IKONOS, dan QUICKBIRD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar